08 Desember 2009

Pedih itu kekal ada (2)

Kami tinggal kan daerah palas kalianda dengan fikiran yang berkecamuk.dan mulai saat itu kerinduan kepada ibu telah terkikis habis,seiring perkataan ayah yang masih terngiang-ngiang di telinga saya hingga kini,le mulai sekarang kamu jangan lagi kangen dan menanyakan ibu lagi ya,kerana ibu mu sudah tidak lagi sayang dan memerlukan kita.setelah kami sampai di desa ,kami mulai lagi melakukan aktivitas seperti biasa melakukan segala sesuatu hanya berdua,mungkin karena melihat kesusahan yg di alami ayah yang mana,kalau sempat sebelum ke kebun menanak nasi juga membuat sayur ala kadar nya sebagai alas perut saya sepulang sekolah SD,fikiran saya mulai di paksa untuk menjadi dewasa sebelum saat nya,seperti pisang mentah kalau di peram memakai karbit pasti akan matang,tetapi matang nya karena keadaan,maka hasil nya belum tentu memuaskan. saya mulai belajar menanak nasi dan juga membuat sayur sup(waktu itu hanya sup yg bisa jadi setiap hari makan nya pakai sayur sup ha...ha...ha...)sampai-sampai ayah bilang ko sup nya tiap hari apa ndak ada sayur yang lain to le?dengan tersenyum simpul saya menjawab,wong ayah ngajarinya hanya itu ya itu terus jadinya,mendengar jawaban saya itu ayah hanya tersenyum sambil mengusap kepala saya, itu lah detik-detik yg sangat membahagiakan,dimana ayh menunjukan kasih beliau secara langsung. waktu berjalan seperti biasa dan sedikit demi sedikit tapi pasti,bayang-bayang wajah ibu mulai sirna dari ingatan saya bahkan membayangkan bagai mana rupa ibu saja,saya sudah tidak boleh lagi menggambarkan nya.sore itu waktu umur saya baru menginjak 13 tahun,bencana untuk saya datang tanpa di undang,seperti kebiasaanya setiap sore kami para anak-anak kecil bermain di lapangan sepak bola,rasa gembira saat para pemuda menyepak bola tidak menghasilkan gol,krn bola yg keluar menjadi rebutan para anak kecil untuk berebut mengambil dan kemudian akan kami tendang ke arah lapangan,saat itu siapa yg berhasil mendapatkan bola yg keluar dari lapangan ,seakan-akan paling jago, krn saya yang paling  kuat larinya diantara kawan-kawan yg lain,maka sering kali saya memenanginya,namun malang tidak di undang dan musibah tidak berbau,saat saya mengejar bola liar tersebut yg melelaui jalan besar,tanpa saya sadari dari arah samping kiri sebuah mobil truck kosong dengan kecepatan sederhana menghampiri ,tanpa saya sadari.yg saya ingat waktu itu saya mengejar bola namun setelah sadar dari lamunan kaki kiri saya telah ter lindas ban mobil bagian depan sebelah kiri. saat itu hanya tangisan yang mampu saya lakukan melihat darah mengalir dan kaki kiri saya  hancur di bagian jari kaki.masih terhitung beruntung bukan badan,atau keseluruhan kaki saya yang terlindas,
melihat kecelakaan yg terjadi seorang tetangga om siregar datang membantu dengan mengangkat saya juga mendekap kaki saya yang banjir darah menaiki mobil truck tersebut,di dalam mobil tersebut pak sopir bilang mau di hantar kemana anak ini? mau ke rumah sakit atau gimana,dan kalau kerumah sakit pasti di amputasai.mendengar perkataan itu saya makin meraung dalam tangisan dan sempat juga saya bilang saya gak mau di potong.untung om siregar mengambil inisiatif manghantar ke tempat pak mantri bernama pak tampubolon,setelah itu oleh beliau luka kaki saya di bersihkan dan di jahit ala kadar nya,krn keterbatasan peralatan beliau menyaran kan kerumah sakit saja.semua itu terjadi kurang lebih sekitar jam 17.30 sore.mendengar saya kecelakaan seorang tetangga memberitahukan keadaan saya kepada ayah ,yg saat itu belaiu baru saja mau pulang ke rumah dari kebun.mendengar saya di timpa musibah,maka ayah bergegas berlari menuju rumah pak mantri yg berjarak sekitar 2 kilo dari rumah kami.saat melihat saya terbaring dengan kaki telah di perban juga bekas-bekas darah yg belum mengering,saya lihat ayah menghampiri kemudian,memeluk dan saat itu juga tangisan beliau tidak lagi terbendung.
melihat kesusahan kami pak tampubolon  yg mulanya menyarankan ke rumah sakit,malah memberikan jalan keluar yg benar-benar membantu dan meringankan bebanan kami,mungkin beliau sadar bahwa kalau berobat kerumah sakit memerlukan biaya yg tidak sedikit,sedangkan jelas-jelas kami tidak mampu menyediakan keuangan nya.maka beliau menyarankan dan sanggup membantu kami berobat gratis di rumah nya.( saat itu masyarakat sekitar tau kedaifan dan juga penderitaan kami) dalam fikiran kami,rupanya masih ada di muka bumi ini manusia berhati emas.kurang lebih 6 bulan saya terbaring di di katil kayu yg tidak bertilam berteman kan ayah tercinta.
setelah kedewasaan mulai meningkat dan juga kaki saya yng mulai membaik saya memasuki alam persekolan smp,mulai dari situ saya berfikir,mungkin sudah saat nya ayah mempunyai pendamping hidup yang baru,krn saat itu saya sudah mampu hidup berdikari,maka dengan izin saya,ayah di pertemukan dengan seorang istri yg kini menjadi ibi tiri saya. nama beliau adalah Satiyem,beliau seorang janda yang juga mempunyai seorang anak perempuan bernama Nur hayati, mengawali kehidupan bersama  bagi saya bukan lah sesuatu yang mudah,apalagi setelah bertahun lama nya kami hanya berdua.ayah mulai membagi kasih sayang nya utk istri juga adik tiri ku,ada perasaan sedih menerima kenyataan itu,namun saya berfikir mungkin sudah saat nya saya melakukan pengorbanan demi ayah tercinta,setelah semua yg beliau lakukan utk saya,cekcok,berantem dengan adik tiri sering di akhiri sang ibu masuk campur membela anak nya,bahkan pernah sepatu but mendarat di kepala saya karena di lempar adik hingga membengkak,walau dalam emosi yg hampir membuat saya pitam,dari jauh saya melihat pandangan mata ayah yang menghiba memohon saya jgn membalas nya.dengan perasaan sedih juga menangis saya keluar dari rumah dan memencilkan diri di kebun,di sana saya bisa menjerit,menagis untuk mepaskan semua kepahitan tanpa ada siapa yg tau.
siang itu dalam keletihan,saat saya dan ayh duduk di bawah pohon setelah seharian membersih kan kebun,ayh berkata''le bapak tau kalau kamu sedih dan menderita setelah ayh berumah tangga lagi,apalagi kamu dan nur ndak bisa cocok dan sering berantem dan juga ibu mu( ayh membahasakan ibu tiri ibu)sering membela nur,tapi ayh minta km yg sabar juga jangan membalas ya,krn bapak juga bingung di satu pihak kamu anak ku,tapi di lain pihak dia isri ku,tapi yang perlu kamu tau,kasih sayang ayah tidak akan pernah sirna sampai kapan pun.kata''itu sering terngiang-ngiang di telinga saya setiap kali terjadi perselisihan di antara saya,nur juga ibu.dan setiap kali juga kepedihan hanya mampu saya pendam,bersama setiap tangisan yg membasah.
hidup bersama ibu dan adik tiri benar-benar membuat jiwa saya dalam tekanan,pernah juga saat di rumah memotong ayam,saya sempat menjamah 2 potong saja,dan pada ke esokan hari nya saya tanya ke ibu,kok daging ayam nya sudah tidak ada bu,ibu menjawab sudah habis.mendengar jawaban itu saya hanya mendiam kan diri krn saya berfikir mungkin benar-benar sudah habis,alangkah kaget nya saya,karena pada sore itu saya pulang mendadak dari kebun membantu ayah,saya lihat adik tiri saya sedang makan di dapur berlauk kan daging ayam,dalam diam saya meletak kan tangan di dada mengucap istigfar,seraya berkata di dalam hati,katanya habis tapi ini kok nur makan pakai daging ayam lagi??????? ...... rasa penasaran mulai mengusai benak saya dan diam-diam saat di rumah sepi pada ke luar,saya naik ke atas gerobok (simpanan padi dlm bahasa jawa gerobok namanya)  dan saya buka kotak di atas nya,di depan mata saya dalam sebuah mangkuk terdapat beberapa potong daging ayam simpanan ibu untuk anak nya.
kemudian saya tutup kembali kotak tersebut tampa saya saya menyentuhnya,tetapi mulai detik itu saya bisa membedakan kasih sayang beliau terhadap saya dan anak nya ternyata berbeda.dan saya makin tau posisi saya dalam hati mereka nyatanya tetap orang lain.
dari hari ke hari kehidupan yg kami jalani rupanya masih lagi penuh ranjau berliku,kami harap kan panas hingga petang ,rupanya hujan di tengah hari,waktu itu bangku sekolah SMP mulai saya rasai, ayah nekad membongkar lahan yg dulunya di tanami ubi kayu yg mana setiap 9 bulan hasil nya bisa di jual,berganti menanam tebu atas saranan kepala desa,desa dengan pihak perkebunan memberikan bibit,pupuk juga biaya perawatan yg di tanggung pihak perkebunan,petani hanya menyediakan lahan,tetapi setiap petani harus mempunyai kelompok yg berjumlah 10 orang.
tergiur oleh iming-iming yg seakan-akan menjanjikan keberhasilan maka ayah setuju,melakukanya,kami mulai menanam tebu yg di komando'i pihak perkebunan,pagi petang siang malam tanpa ada rasa capek kami jalani,sampai waktu hari panen kami di haruskan membayar segala yang sudah perkebunan berikan.mendengar jawaban itu ayah masih bisa menerima,tetapi lain ceritanya dengan kawan-kawan ayah yg satu kelompok,merasa tidak mendapat kan hasil seperti apa yg di janjikan,maka mereka sepakat  membongkar tanaman tebu dan kembali beralih ke tanaman ubi kayu. namun berbeda dengan ayah,kerena sebelum nya pihak perkebunan mengatakan kalau hutang ayah sudah lunas dan tahun depan hasil nya sudah mutlak milik kami maka ayah tetap bertahan.
dalam dua tahun tidak ada pemasukan untuk harian,maka dengan terpaksa warung tetangga di sebalah rumah yg menjadi tempat berhutang belanja'an,dan dengan perjanjian setelah panen tebu akan di bayar lunas.
Namun apa yg kami impi-impi dan harap-harap kan jauh dari kenyataan,setelah panen pada tahun ke dua,pihak perkebunan bilang,hasil panen kami untuk menutupi hutang anggota kelompok yang telah membongkar tanaman tebu mereka.
Ternyata kesusahan masih belum juga mau keluar dari hidup kami, dan mulai lah episod hitam kami..........


tunggu cerita selanjutnya di bagian 3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar